YAYASAN PENDIDIKAN CHARITAS HOME  
 

COME HOME

Kita semua mempunyai peluang untuk meraih kesempurnaan karena Bapa kita di surga sempurna adanya. (Mat 5: 48)




 

MENJADI KUDUS DALAM KERJAKU

Dalam hukum Taurat dan juga berlaku dalam Perjanjian Baru (bdk Lk 2:23) berlaku kewajiban agar setiap orang menguduskan dirinya. Menguduskan berarti “memper-sembahkan” kepada Allah yang adalah kudus. Dasar teologi ialah sikap iman yang takluk, hormat dan taat kepada Allah sebagai penyelenggara kehidupan baik untuk manusia maupun ciptaan lainnya.
Pengudusan atau persembahan berkenan pada Allah kalau dilakukan dengan hati yang tulus penuh rasa hormat, taat dan kasih kepadaNya (bdk kisah Kain dan Abil). Persembahan yang berkenan kepada Allah mendatangkan berkat selanjutnya dalam hidup. Sebaliknya jika persembahan tidak berkenan kepada Allah menimbulkan relasi yang tidak harmonis baik antara orang itu dengan Allah maupun relasinya dengan sesamanya bahkan mempunyai efek yang meluas untuk kehidupan bersama.

Moral dan Iman

Dalam Kitab Suci terlihat jelas bahwa kekudusan Allah adalah sumber dan model bagi kekudusan manusia (Im 11:44: 19:2). Allahlah yang pertama-tama berinisiatif menguduskan manusia, dengan cara “pengajaran oleh para nabi, teladan hidup yang total dipersembahakan kepada Allah dan sesama dalam diri Yesus, dan pencurahan Roh Kudus dalam peristiwa berdarah di kayu salib” Kesucian seseorang lebih terletak pada kesadaran diri bahwa Allah mencintai saya dan telah menyatukan diriNya dalam kuasa Roh Kudus.
Oleh karena itu etis dan moral bukan menjadi unsur pokok kekudusan tetapi relasi khusus dengan Allah – pengakuan serta penghayatan bahwa Allah campur tangan dalam kehidupan mereka adalah unsur yang paling esensial kekudusan. Kita bisa melihat kisah Musa yang membunuh mandor Firaun, Daud dan Bersyeba, Salomo yang mempunyai banyak selir, dsb. Secara moral mereka berbuat salah tetapi relasi dengan Allah yang mahakudus tidak dicabut. Di sana ada unsur kesempatan untuk bertobat.

Panggilan dan Pengudusan

Panggilan Allah lebih menekankan pada status pribadi yang mantap. Misalnya panggilan menjadi guru, rasul atau nabi. Sedangkan pengudusan lebih menekankan aktivitas yang khusus yang dilaksanakan sehubungan dengan status panggilan yang diterimanya. Kedua hal ini merupakan dua dimensi dari satu kenyataan diri yang mendapat dan menanggapi karunia Allah dalam Tuhan Yesus Kristus. Pengudusan hidup adalah aktivitas umat beriman dalam Roh Kudus sehingga sikap, tindakan dan pekerjaan orang beriman itu sesuai dengan sikap iman yang sejati dan kebenaran iman akan Tuhan Yesus Kristus. Oleh karena itu pengudusan terwujud dalam mengemban tugas pelayanan tertentu, misalnya sebagai guru yang disadari, diyakini dan diterima sebagai karunia khusus dari Allah.
Iman sejati mengarahkan setiap orang kepada Allah dengan berpaling dari “kegelapan” dan meninggalkan pekerjaan “kegelapan” sehingga orang beriman mendapat pengampunan dosa dan keselamatan abadi (bdk Kis 26:18). Mengkhususkan diri hanya “memandang” Allah, itulah cirikhas iman sejati. “Memandang” Allah artinya mengarahkan diri dan mengatur seluruh pribadi, sikap, tindakan dan pekerjaannya sesuai dengan perintah Kristus.

Visi dan Misi Sekolah Katolik

Gaudium et Spes art 8: “Sekolah Katolik merupakan tanda kehadiran Gereja bahkan Kerajaan Allah dalam dunia pendidikan. Letak kekhasan sekolah Katolik pada dimensi religius” Pertama: suasana pendidikan. Sekolah Katolik adalah tempat untuk belajar agar tumbuh dan berkembang sebagai manusia. Pelakunya: guru dan siswa. Seseorang dikatakan tumbuh dan berkembang bila memiliki sejumlah keutamaan, antara lain kedisiplinan, jujur, kebajikan, penguasaan diri, ketekunan dan kesalehan (bdk 1Ptr 1:5-7). Kedua: Perkembangan pribadi atau mendidik berarti membina atau memformat, merawat dengan tekun, mengembangkan potensi yang ada serta mengantar dan memupuk manusia sampai menjadi orang pandai yang beriman (dilawankan dengan: information and knowledge is power). Ketiga: hubungan budaya dan Injil. Secara sederhana budaya ialah cara melihat, cara merasa, cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak. Sekolah katolik menjadi tanda kehadiran Kerajaan Allah bila para guru dan siswanya memiliki ‘budaya Yesus Kristus’ – cara memandang atau menyikapi masalah dan realita seperti Kristus bukan dengan caranya sendiri. Keempat: penerangan segala pengetahuan oleh cahaya Injil.

Kiranya antara mewujudkan Visi dan Misi sekolah Katolik dan proses pengudusan diri berjalan seiring sejalan, tanpa ada pertentangan satu sama lain.
Sambungan antara kesucian diri dan perwujudan Visi dan Misi Sekolah katolik adalah kwalitas diri. Kwalitas diri ditentukan oleh nilai atau motivasi yang menghidupi seseorang. Yang saya maksud dengan nilai adalah standard perbuatan dan sikap seseorang dalam menjalani kehidupan ini. Ada empat hirarkhi nilai. Kenikmatan – nilai ini melekat pada rasa enak atau tidak enak; senang atau tidak senang. Bila seseorang menggunakan nilai ini sebagai standard hidupnya maka kualitas pribadi orang ini sangat rendah dan tidak mungkin mewujudkan visi dan misi sekolah katolik. Tingkah lakunya pun tidak bermoral. Kehidupan – nilai ini mengandung hal-hal yang penting dalam kehidupan bersama: kesehatan, kesejahteraan, kebersihan, kakayaan dan kesejahteraan umum. Orang yang memakai ini sebagai standard hidupnya akan mengutamakan kemewahan, gengsi, penampilan dan hal-hal lahiriah lainnya. Orangnya cenderung egois, cari lokak dan kesempatan dalam kesempitan. Kejiwaan – dalam hirarki nilai di dalamnya terkandung unsur: keindahan, keluhuran, dan kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari orang yang menghidupi nilai ini akan terarah kepada keindahan, keluhuran dan kebaikan. Nilai ini akan menghantar seseorang untuk hidup yang bermoral, melakukan sesuatu karena tahu dan mau. Demi keluhuran hidup orang ini rela berkorban. Kerohanian – ini standard nilai yang paling tinggi; pada level inilah kesucian terjadi. Motivasi hidup, perbuatan dan sikap adalah memuliakan Allah. Semuanya Demi Kemuliaan Allah (AMDG). Hidup seseorang tidak hanya berdasarkan hukum alam tetapi hukum Allah, berdasarkan bahwa Allah ikut campur tangan dalam kehidupan sehari-hari. Orang ini menyadari bahwa tidak hanya bertanggungjawab kepada manusia tetapi juga kepada Allah yang menyelenggarakan kehidupan ini.
Baca Fil 2:1-11. Hidup yang (1) meniru Kristus, (2) sama seperti Kristus dan (3) bersatu dengan Tuhan Yesus.

Retret Guru dan Karyawan Yayasan Pendidikan Charitas
Rumah Retret Giri Nugraha
Jl.Kol.H.Burlian Km.7 Palembang.
Telp. 0711 410 729 ; Fax. 0711 421 877
Oleh :
Romo Haryoto SCJ
Romo Wahyu Tri Haryadi SCJ

Cetak Artikel MENJADI KUDUS DALAM KERJAKU
29 Aug 2007 post by daryono
Kembali ....
0 komentar

Komentar

Name:
E-mail: (optional)
Smile: nari smile wink wassat tongue laughing sad angry crying 


Enter this code / Masukkan kode berikut
Security Image

 








 
© SD Charitas Jakarta disign by Daryono